Nama Raden Wijaya barangkali tak setenar Gajah Mada. Begitu pula Candi Simping di kecamatan Kademangan mungkin tak setenar Candi Penataran di kecamatan Nglegok. Hal inilah yang mendasari Rahmanto Adi bersama komunitas Sulud Sukma menggagas kegiatan tahunan Getih Getah Gula Klapa yang pertama kali digelar pada tahun 2017 di komplek Candi Simping, Desa Sumberjati. Sampai saat ini, Getih Getah Gula Klapa telah digelar sebanyak tiga kali dengan tema berbeda. Pertama mengangkat tema Sesaji Bumi Proklamasi, kedua mengangkat tema Njenang Abang dan ketiga mengangkat tema Cucuk Lampah.
Kegiatan ini digelar pada 17 November, lima hari (sepasaran menurut penaggalan kalender Jawa) setelah berdirinya kerajaan Majapahit berdasarkan Kidung Harsawijaya. Dalam spirit kebangsaan, kegiatan ini diisi dengan pertunjukan seni, kirab sepuluh pataka Majapahit, dan doa budaya. Getih Getah sendiri berarti putra-putri ibu pertiwi, sedangkan Gula Klapa adalah bendera kerajaan Majapahit. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan putra-putri ibu pertiwi dapat bertekad mengibarkan kembali kejayaan Nusantara.
Berbicara mengenai Nusantara tentu tidak boleh melupakan sosok Nararya Sanggramawijaya atau lebih dikenal sebagai Raden Wijaya. Putra dari Dyah Lembu Tal ini merupakan pendiri kerajaan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 47, raja bergelar Kertarajasa Jayawardhana ini dimakamkan di Antahpura dan di Simping ditegakkan arca Syiwa (dikenal sebagai arca Harihara, gabungan antara Wisnu dan Syiwa). Nilai sejarah ini seyogianya mampu menjadikan Simping mengawali cita-cita mewujudkan destinasi pusat kajian budaya Majapahit dan peradaban Nusantara.
Be the first to reply