Sepotong Senja untuk Dibaca

Beberapa tahun yang lalu aku mendapat kado wisuda dari adik tingkatku sesuai dengan apa yang kuminta, sebuah buku karya Seno Gumira Ajidarma yang berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku

Sebelumnya aku sama sekali belum mengenal siapa Sukab dan Alina, kecuali dari menonton nukilan video pembacaan Sepotong Senja untuk Pacarku oleh Abimana Aryasatya dan Jawaban Alina oleh Dian Sastrowardoyo di kanal YouTube SPASI. Bagiku Sukab adalah adik tingkatku itu sendiri, Audrian Firhannusa. Bagaimana kutahu Audrian adalah Sukab? Dari teman-temanku yang menggemari tulisan Seno dan mengamati tulisan Audrian. Kata mereka, cara menulis Audrian mirip dengan Seno dan Kawabata, atau setidaknya mendapat pengaruh dari kedua penulis tadi. Dalam takarir beberapa foto yang diunggahnya di Instagram, ia merangkai kata menjadi kalimat yang menimbulkan empati, membisikkan pada warganet perasaannya yang rawan. Atau yang di kemudian hari kuketahui setelah bertanya langsung padanya, ternyata ia merasa mencintai perempuan yang tak pernah ada. Usai menamatkan buku Sepotong Senja untuk Pacarku, aku jadi tahu itu adalah kalimat pembuka cerita pendek berjudul Senja di Pulau Tanpa Nama. Begini redaksinya,

Seperti Kawabata, aku mencintai seorang perempuan yang tidak pernah ada.

Senja di Pulau Tanpa Nama – Seno Gumira Ajidarma

Puji tuhan, sekarang Audrian telah saling mencintai dengan perempuan yang nyata adanya. Mereka pergi berkencan, makan malam, jalan-jalan, dan melakukan aktivitas yang biasa dilakoni kekasih sepasang.

Sekarang aku merasa harus menyampaikan perasaan di atas terima kasih pada Audrian karena ia mau-maunya menuruti keinginanku yang saat itu merasa: Jika Audrian yang memberiku buku ini, maka aku akan diliputi kegembiraan sebagaimana seorang gadis mendapat tanda mata dari kekasihnya.

Buku ini adalah buku yang indah. Narasinya begitu jernih dan detail, membuatku selalu penasaran untuk menyusuri kalimat demi kalimat, halaman demi halaman, lembar demi lembar. Tak hanya berkisah tentang Sukab dan Alina, ternyata buku ini adalah sehimpun rupa-rupa senja dalam berbagai cerita yang ditulis Seno pada tahun 90-an hingga tahun 2000-an.  Juga kisah tentang Jezebel, Ikan Paus Merah, Mercusuar, dan masih banyak lagi. Terbagi menjadi tiga bab: Sepotong Senja untuk Pacarku, Peselancar Agung, dan Atas Nama Senja.

Dari enam belas kisah, beberapa kisah seakan terkait pada suatu peristiwa, sebagian mengajak pembaca mencari makna semiotika, dan semua kisah di buku ini membuat pembacanya menajamkan kemampuan dan ingatan visual (khususnya) pada warna-warna. Khazanah literasi pembaca akan semakin kaya karena banyak catatan kaki yang menunjukkan nama-nama penyair, penulis, sutradara film, judul lagu, judul film, judul puisi, dan sebagainya.

Usai menamatkan buku ini, aku merasa bahwa diriku adalah Sukab dalam versi perempuan. Meminjam kalimat pembuka cerpen Senja di Pulau Tanpa Nama yang diubah satu kata

Seperti Kawabata, aku mencintai seorang lelaki yang tidak pernah ada.

Terima kasih, Audrian Firhannusa

Be the first to reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *