#26haribertjerita: Dua Puluh Lima

Jangan biarkan siapapun melarangmu untuk bersuara.

Film Yuni

Sepekan lalu aku kembali menonton film di bioskop untuk pertama kalinya setelah pandemi #covid19. Aku bertekad menonton film #Yuni besutan Kamila Andini di hari pertama penayangannya, sebab aku takut jika menunda-nunda untuk menontonnya, film tersebut bisa menghilang dengan cepat di CGV Blitar seperti  #SDRHDT .

Oleh suatu kendala di perjalanan, aku terlambat sepuluh menit. Film sudah sampai pada bagian wacana tes keperawanan bagi siswi-siswi SMA di daerah tempat Yuni tinggal. Meski terlambat, hal itu tidak menghalangiku memahami jalan cerita.
Cerita mengalir dengan natural. Problema-problema yang dihadapi perempuan, khususnya remaja perempuan, mencuat satu per satu. Semua aktor dan aktris memainkan perannya dengan baik, sehingga karakter-karakter yang dibangun pun memiliki nyawa yang kuat untuk mendukung jalan cerita.  Sebagaimana film-film Kamila sebelumnya #Yuni juga memiliki lokalitas yang kuat, di mana film didominasi bahasa daerah (Jawa Serang-Sunda Banten) dan diwarnai mitos-mitos yang masih dipercayai masyarakat.
Kamila menghadirkan isu pernikahan usia anak, kawin paksa, KDRT, poligami, male gazing, pendidikan seks, orientasi seksual, ekspresi gender, parenting, dan keberanian untuk bermimpi (CMIIW). Lewat karakter Yuni, Kamila menunjukkan bahwa perempuan punya dan berhak memilih apa yang ia inginkan tanpa intervensi. Salah satu kalimat penting dari lady rocker yang diperankan oleh Ayu Laksmi kepada Yuni adalah: Jangan biarkan siapapun melarangmu untuk bersuara.
Menjelang akhir film di mana akhirnya #Yuni membuat keputusan penting, aku mulai menitikkan air mata. Tangisku semakin menjadi-jadi ketika film #Yuni diakhiri dengan lagu “Mimpi” dari  Anggun Cipta Sasmi , mengingatkanku pada mimpi-mimpi yang masih kupendam. Rasanya film ini semakin menggenapi problema perempuan yang tak ada habisnya (the problems that has no name) dari beberapa buku bertema kehidupan perempuan yang kubaca di tahun ini.
Sungguh, film ini adalah karya yang  indah. Betapa Kamila menulis skenario yang cerdas, menggabungkan lokalitas dengan puisi-puisi Sapardi Djoko Damono, memilih pemeran yang menjanjikan seperti Arawinda Kirana dan Kevin Ardilova, atensi pada detail setting, kostum, make-up, serta musik pengiring yang semakin menambah nyawa film ini. Terima kasih untuk film indah ini, Kamila Andini

Be the first to reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *