Secangkir kopi membawaku ke lautan malam, menawarkan imajinasi liar tentang suatu pagi di mana ku lihat wajahmu saat kali pertama ku buka mata.
Saat Pertama Kali Ku Buka Mata – Rifyalka bersama Nada Bonang
Mungkin beberapa dari kalian ada yang masih ingat kalau aku ingin menulis maraton dengan tagar #26haribertjerita di bulan Maret. Kenyataannya hal itu tidak terlaksana. Kenapa? Mungkin karena “konsisten” dan “berkomitmen” belum menjadi kemampuan yang kukuasai, belum lagi ditambah mood swing yang suka semaunya sendiri meski aku telah berulang kali melawannya.
Nah, hari ini, tepat di hari pertama aku berusia 26 tahun aku akan memulai cerita pertama #26haribertjerita . Hari Kamis biasanya warganet mengunggah sesuatu di linimasa mereka dengan tagar #throwbackthursday . Kali ini aku akan mengajak kalian kembali di suatu akhir pekan ketika aku mendengar EP. Riak milik @rifyalka untuk kali pertama.
Hari itu hari Sabtu terakhir di bulan Maret, aku minum tiga cangkir kopi. Di pagi hari, seperti biasa, aku menyeduh secangkir kopi oleh-oleh dari adikku yang tinggal di Flores. Sorenya aku memulai mengerjakan sebuah tulisan di Bon Bon Kahve ditemani kopi Ethiopia yang diseduh dengan metode v60 sebanyak 100 mililiter. Jelang malam, tulisanku tak kunjung rampung sehingga mendorongku memesan secangkir cappuccino double ristretto. Dasar aku keras kepala, sudah dinasihati dokter untuk tidak meminum lebih dari dua cangkir kopi tapi tetap melanggarnya.
Setelah tiga jam duduk memandang layar komputer, membaca artikel demi artikel, berusaha mencerna lantas merajutnya menjadi sebuah artikel baru, aku merasa tidak menghasilkan apa-apa. Malah mataku terasa sayu, bahu kiri nyeri dan pinggangku sangat pegal. Kuputuskan untuk pulang dengan perasaan kecewa sekaligus nyaris putus asa pada diri sendiri karena aku seperti kehilangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
Aku berguling di tempat tidurku. Miring ke kanan, miring ke kiri, mencari posisi yang nyaman. Sejak pukul 22.00 aku sudah merebah di kasur, memejamkan mata namun tak kunjung jatuh terlelap. Sepertinya aku mengonsumsi kafein terlalu banyak sehingga sulit tidur. Waktu menunjukkan hampir tengah malam. Kuputuskan untuk meminum obat tidur yang telah diresepkan psikiater untukku dengan harapan bisa segera terlelap.
Di dini hari yang sunyi, obat tidur masih belum bereaksi. Bagaimana ini? Tubuhku sudah sangat lelah sedangkan mataku menolak untuk menutup. Ku coba memancing kantuk dengan menengok linimasa. Di instagram agaknya masih banyak orang yang terjaga. Unggahan cerita instagram di linimasaku masih menunjukkan waktu yang aktual. Ketika sampai pada unggahan seorang koreografer bernama Ferry C. Nugroho aku terhenti sejenak, ia merekomendasikan warganet untuk mendengarkan EP. Riak milik @rifyalka . Karena direkomendasikan oleh Ferry C. Nugroho, aku yakin EP. ini pasti bagus dan tidak akan mengecewakan pendengarnya sebagaimana aku tidak kecewa memutar daftar putar berjudul It’s a Ferry’s Good Morning yang dikurasi oleh Ryandi Pratama (Friendly Series – Curated for @eihoho) di Spotify.
Sebagai warga dunia yang terkena dampak resesi akibat pandemi, aku tidak berlangganan Spotify premium. Aku memilih mendengarkan EP. Riak lewat YouTube Music. Ternyata EP. ini sudah rilis sejak tahun 2020. Kudengarkan liriknya baik-baik dan kunikmati musiknya setiap lagu sambil memejamkan mata. Usai mendengarkan EP. berisi lima judul lagu yaitu Tumbuh, Blanket and Pillows, Bunda, Saat Pertama Kali Kubuka Mata (bersama Nada Bonang), dan Baik-Baik Saja, aku merasa ada rasa nyaman, hangat dan bahagia yang memenuhi rongga dadaku. Pikiranku jadi lebih jernih dan tenang. Rasanya aku tidak perlu terlalu khawatir menghadapi hidup karena aku akan tumbuh menghadapi dunia dengan daun hijau rindang dan dahan menggenggam semesta. Ada bahu yang bisa kusandari kala resah menyapa. Tuhan pun tidak menutup mata, aku akan baik-baik saja. It’s such an insomnia remedies and also good songs for my mental health!
Sampai sekarang entah sudah berapa kali aku mendengar ulang album ini. Aku ingin mendengarnya terus menerus, sampai hafal seluruh liriknya, sampai merasuk maknanya.
Sleman, 1 April 2021
Be the first to reply