Seorang gadis kecil bernama Totto-chan baru saja dikeluarkan dari sekolahnya. Baru seminggu ia bersekolah, namun guru kelasnya sudah menyerah dan merasa keberatan dengan tingkah laku Totto-chan yang –menurutnya—bisa disebut sebagai pengacau. Mama Totto-chan memutuskan untuk memindahkan putrinya ke sekolah Tomoe Gakuen, sebuah sekolah yang cukup unik. Tidak seperti sekolah lainnya yang merupakan bangunan gedung sekolah, kelas-kelas di Tomoe Gakuen terdiri dari beberapa gerbong kereta bekas. Jumlah murid di sekolah itu tidak lebih dari lima puluhan siswa. Setiap siswa bebas menentukan urutan mata pelajaran yang akan dipelajari. Sekolah ini juga mempunyai kebiasaan makan siang bersama dengan menu “sesuatu dari gunung” dan “sesuatu dari laut”.
Adalah Sosaku Kobayashi, kepala sekolah dari Tomoe Gakuen. Ia mengelola sekolahnya dengan cara yang unik, tidak seperti sekolah konvensional lainnya di Jepang. Latar belakangnya sebagai pendidik dan pernah mengamati pendidikan di Eropa selama beberapa tahun mendasarinya untuk mendirikan Tomoe Gakuen, sebuah sekolah yang sangat menghargai segala sesuatu yang alamiah dan ingin agar karakter anak-anak berkembang sealamiah mungkin. Di sekolah itu juga secara tak sadar anak-anak dibiasakan memahami masalah orang lain dan berusaha membantu, tak peduli berapa pun usia mereka.
Banyak aturan dan kebijakan yang dibuat oleh Mr. Kobayashi yang terdengar unik dan aneh. Ada sebuah pelajaran yang bernama euritmik, yaitu olahraga yang menghaluskan mekanisme tubuh, memadukan musik dan gerak tubuh. Sesibuk apapun, Mr. Kobayashi selalu menyempatkan diri untuk mengajar euritmik. Mr. Kobayashi meminta anak-anak di Tomoe Gakuen berenang tanpa busana di kolam renang agar mereka tidak merasa malu atau minder dengan kondisi fisik satu sama lain. Ia merancang agar hari olahraga di Tomoe dapat diikuti baik oleh anak-anak yang memiliki kondisi tubuh normal maupun yang memiliki masalah fisik seperti Yasuaki-chan dan Takahashi. Ia juga mengundang seorang petani untuk mengajar tentang pertanian untuk anak-anak Tomoe. Alih-alih mengadakan pesta perpisahan, Mr. Kobayashi justru memilih mengadakan jamuan minum teh untuk Ryo-chan, tukang kebun sekolah yang pada waktu itu dipanggil ke medan perang.
Ketika anak-anak ingin melihat kedatangan gerbong baru di sekolah yang akan tiba pada larut malam, Mr. Kobayashi tidak melarang mereka. Ia malah menyuruh anak-anak pulang ke rumah terlebih dahulu, meminta izin pada orang tua untuk menginap di sekolah, mengganti pakaian dengan piama dan membawa selimut. Ketika Oe bermain-main dengan kepang rambut Totto-chan hingga Totto-chan menangis, Mr. Kobayashi memarahi Oe dan menasihatinya agar bersikap manis dan sopan pada anak perempuan serta menjaga mereka. Ketika Miyo-chan menginginkan pita rambut yang dipakai Totto-chan namun Mr. Kobayashi tidak dapat menemukan pita serupa di manapun, ia meminta Totto-chan untuk tidak memakainya lagi ke sekolah agar Miyo-chan tidak merasa iri. Totto-chan pun setuju. Ketika wali kelas Totto-chan menanyakan pada Takahashi (yang kondisi fisiknya tidak sempurna) apakah dia memiliki ekor, Mr Kobayashi pun memarahinya Totto-chan tak pernah lupa bagaimana kepala sekolah memarahi wali kelasnya di dapur, bukan di ruang guru atau di depan guru-guru lain. Itu menunjukkan bahwa dia pendidik dalam arti sebenar-benarnya.
Sayang, pada perang dunia II Tomoe terbakar oleh bom yang dijatuhkan pesawat pembom B29. Melihat gerbong-gerbong ruang kelas terbakar, Sosaku Kobayashi hanya berdiri tegak dengan kedua tangan di dalam saku dan berkata keada putranya,”Sekolah seperti apa yang akan kita bangun lagi?”. Kecintaannya terhadap anak-anak dan ketulusannya dalam mengajar jauh lebih kuat daripada api yang membakar sekolahnya.
Be the first to reply